Thursday, February 18, 2010

Between Saigon and Phnom Penh

Negara dan kota tujuan menjadi perdebatan awal antara saya dan sang partner traveler sebelum keberangkatan kami. Berhubung si partner hanya memiliki 5 hari cuti untuk trip ini, maka kami pun mulai memilah kota yang akan kami singgahi. Namun, dengan tetap memasukkan Seam Reap-Kamboja sebagai tujuan utama karena kami berdua sangat ingin mengunjungi Angkor Wat.

Setelah browsing kesana-kemari, kami memperoleh informasi bahwa Siem Reap dapat dicapai melalui 2 jalur darat, yaitu melalui Thailand atau Vietnam. Transportasi darat menjadi pilihan karena penerbangan ke Siem harganya cukup tinggi (lebih dari 100 USD) karena penerbangannya terbatas dan rutenya kebanyakan dipegang oleh Thailand Airways, baik dari Singapura, Saigon (Ho Chi Minh City) atau Bangkok.

Kami pun memutuskan Saigon (Ho Chi Minh City) Vietnam sebagai kota tujuan pertama karena harga tiket Jakarta-HCMC lebih murah dari tiket Jakarta-Bangkok. Beruntungnya, kami memperoleh tiket AirAsia seharga 275.000 IDR untuk tanggal 8 Februari. Penerbangan ke HCMC hanya ada 4 kali seminggu pada jam 16.35.

Dari hasil browsing di internet, kami memperoleh informasi bahwa perjalanan dari Saigon melalui jalur darat harus melewati Phnom Penh terlebih dahulu dengan total perjalanan sekitar 6 jam dari Saigon ke Phnom Penh. Informasi bus terakhir yang berangkat dari Saigon menuju Phnom Penh adalah pukul 14.00 waktu setempat (waktu HCMC dan Jakarta sama). Namun, ketika tiba di HCMC kami memperoleh bus terakhir pukul 15.00. Dari HCMC pun ternyata ada bus langsung dari HCMC ke Siem Reap menggunakan sleeping bus, namun kami tetap memutuskan untuk menginap semalam di Phnom Penh.

Kami tiba di Saigon sekitar pukul 20.00, menyimpan tas dan mandi di hotel yang berlokasi di Distrik 1-Phạm Ngũ Lão yang merupakan daerah backpackers di Saigon. Wajar, karena daerah ini dekat sekali dengan Bến Thành Market (5 menit) dan City Hall (15 menit) dengan berjalan kaki. Malam itu juga kami langsung mengunjungi City Hall yang mirip istana boneka karena keindahan lampunya. Saran saya, sebaiknya menikmati City Hall pada malam hari dibandingkan siang hari.

Keesokan harinya, kami memulai city tour dengan mengunjungi War Remnants Museum. Dengan membayar tiket seharga 15000 VND/orang (sekitar 30.000 IDR), kami bisa melihat secara langsung tank dan pesawat tempur asli yang digunakan dalam perang Vietnam di halaman museum. Sedangkan di dalam museumnya, terdapat senjata dan bom yang digunakan dalam perang serta foto-foto korban perang.

Tujuan kami berikutnya adalah Reunification Palace, baru kemudian berlanjut ke The Notre Dame Cathedral yang letaknya berdekatan dengan The General Post Office.

Untuk menghemat waktu dan tenaga (karena siangnya kami harus berangkat ke Phnom Penh), kami melakukan city tour menggunakan ojek. Namun, mungkin hal ini yang kemudian menjadi kenangan buruk saya tentang Saigon, para tukang ojeknya bermental preman dan hobi memalak turis. Tukang taksi pun begitu adanya. Kesepakatan awal kami dengan 2 orang tukang ojek, bahwa kami akan membayar 75000 VND (150.000 IDR)/2 ojek dari jam 9 sampai jam 1 siang. Namun, ketika akan membayar, mereka berkilah dan membuat kami membayar 150.000 VND. Karena tidak ingin mendapat masalah, kami pun memilih untuk membayar. Mereka pun tidak ingin dibayar dengan USD karena kabarnya, apabila yang menukarkan USD adalah orang lokal, maka nilainya akan turun dibandingkan apabila yang menukarkannya adalah orang asing. Jadilah setelah bertengkar alot dengan tukang ojek, kami pun terpaksa harus mencari money changer untuk menukarkan USD menjadi VND.

Awalnya kami berpikir kami saja yang apes atau mungkin si tukang ojek yang salah mengerti karena masalah perbedaan aksen dan bahasa. Namun, ketika bertemu seorang Israel bernama Hadas di dalam bus menuju Kamboja, kami akhirnya tahu kalau tingkah tukang ojek di Saigon memang seperti preman. Tukang taksinya bahkan lebih parah, seorang turis asing pernah dikunci di dalam taksi dan diperas secara paksa. Hal ini juga dibenarkan pasangan suami istri asal Seam Reap yang kami temui dalam perjalanan berikutnya menuju Thailand. Mungkin hal inilah yang paling harus diwaspadai ketika mengunjungi Saigon. Hadas bahkan menyarankan untuk membuat perjanjian tertulis dengan sang tukang ojek, sehingga ketika akhirnya tukang ojek berkilah, ada bukti nyata. Atau saran lainnya, kita harus lebih galak daripada tukang ojeknya :)

Jadilah setelah seharian melakukan city tour di Saigon, kami berangkat menuju Phnom Penh menggunakan bus Kumho Samco Express (www.kumhosamco.com.vn) pukul 15.00 seharga 10$ US/orang dengan fasilitas mineral water, tissue basah dan kamar kecil di dalam bus. Sebenarnya banyak bus yang menuju Phnom Penh dari Saigon, yang terkenal utamanya Mekong Ekspress. Namun kami memilih Samco karena waktu keberangkatannya paling siang, jadi kami masih memiliki waktu cukup lapang di Saigon. Dari Saigon, bus menuju perbatasan Vietnam-Kamboja dan kami tiba menjelang petang.

Semua penumpang selain pemegang paspor Kamboja, harus melalui imigrasi dan check point di Moc Bai (border Vietnam). Untuk memasuki Kamboja juga diperlukan Visa On Arrival (VOA) seharga 20 USD, sehingga kita harus menyiapkan pas-foto 4x6 sebanyak 1 buah. VOA akan berlaku 1 bulan sejak tanggal masuk ke Kamboja. Karena kami sendiri yang mengurus VOA dengan konsekuensi harus turun sendiri dari bus di border Vietnam (Moc Bai) ,melalui check point dan imigrasi dengan backpack besar dan berat, kemudian menunggu bus menjemput kami di Bavet (border Kamboja), maka kami hanya perlu membayar 20 USD saja langsung ke petugas resmi. Sedangkan ada bus yang menyediakan jasa pembuatan VOA, dimana penumpang hanya perlu turun untuk check point saja, biayanya sekitar 25 - 27 USD.

Setelah itu, kami akan menumpang bus yang sama yang telah menunggu kami di border Kamboja dan melanjutkan perjalanan ke Phnom Penh.

Sekitar 1 jam dari Bavet, bus harus menyeberang menggunakan kapal ferry. Kami tiba di Phnom Penh sekitar pukul 22.00 waktu setempat.

to be continued :

1. Our Story from Phnom Penh

2. Angkor Wat - Siem Reap Cambodia

3. Long Way Journey from Siem Reap to Bangkok

4. Backpacking in Bangkok - Thailand

4 comments:

aan90cuakepz said...

pertamax gan!!!!
oleh2 nya k'!!!!

cheerpy said...

waaah mbak dilla keren banget experience backpackernya,,
cocok banget buat referensi aku yg mu backpacker viet-kam,

trims yaa..
Keep travelling n backpacking!

salam,
vany

Fadila Pratika said...

Terima kasiiiih...
happy traveling semuaaa,God bless :)

Anonymous said...

salam kenal ya,,,,semoga dalam waktu dekat saya bisa nyusul saigon-siem reap